Minggu, 24 September 2017

Kata Siapa Emak Gak Boleh Militan?

Barisan Emak Militan (BEM) sudah berhasil menggeser popularitas BEM yang seharusnya (Baca : Badan Eksekutif Mahasiswa). Kekritisan emak-emak pada kebijakan yang tidak bijak dari pemerintah seakan sedang mencapai puncaknya, ditandai dengan ditahannya beberapa emak oleh pihak berwajib.

Sungguh, keberadaan sosial media telah membuka wajah asli kaum emak. Bukankah selama ini kaum tersebut diremehkan? Dianggap hanya paham urusan 'wingking', cengeng dan lemah.

Padahal jika kita rajin membuka sejarah, akan banyak kita temukan kiprah militansi kaum emak. Contohlah betapa heroiknya pengorbanan Asma' binti Abu Bakar yang harus menghadapi kafir Quraisy kala ayahandanya berhijrah bersama Rasulullah. Bahkan Ia rela mendaki bukit terjal dalam kondisi hamil tua untuk mengantarkan makanan bagi kedua lelaki hebat itu. Ada pula Nusaibah binti Ka'ab yang dengan berani terjun ke medan jihad.

Perjuangan melawan para penjajah di nusantara juga disemarakkan oleh kegigihan para emak. Sebut saja Laksamana Malahayati, laksamana perempuan Islam pertama di dunia yang mampu mengusir armada Belanda di bawah pimpinan De Houtman bersaudara. Kita bisa tau, ternyata banyak lagi emak militan lain yang keren banget dari buku "Perempuan pejuang" karyanya Emak @Widi Astuti (yg covernya kyk di foto di bawah ini) 😊.

Berderet nama muslimah terukir dengan tinta emas sejarah. Ini membuktikan, militansi kaum emak bukanlah hal baru di dunia ini. Bahkan, panggilan iman memang mengharuskan mereka turut mengambil peran beramar ma'ruf nahi munkar dalam kehidupan.

Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. bila dia tidak mampu, maka (hendaklah mengubah) dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka (hendaklah mengubah) dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman."

Maju terus, Emak Militan! Jadikan iman sebagai alasanmu berjuang untuk mengukir peradaban emas, peradaban hakiki. Tetaplah berjuang di jalan yang lurus, yaitu jalan yang Allah ridhoi... (yaitu) Islam, bukan yang lain.

Rabu, 19 April 2017

Bebaskan Perempuan Dari Eksploitasi Iklan



Menyoal Iklan

Iklan merupakan nyawa bagi sebuah produk. Tanpa adanya iklan atau promosi, sebaik apapun produk itu tak akan dikenal dan bertahan lama di pasaran. Tak heran jika produsen rela memasukkan biaya pembuatan iklan yang cukup besar sebagai pengeluaran tetap bagi perusahaannya.

Melihat peluang tersebut, muncullah industri periklanan yang secara khusus bergerak di bidang produksi iklan. Mereka ibarat teman karib para produsen yang siap membantu mempromosikan produknya di tengah-tengah masyarakat.

Sebenarnya persoalan iklan ini sah-sah saja selama tidak berbenturan dengan norma agama serta norma-norma dalam masyarakat lainnya. Namun yang jadi permasalahan, kebebasan berekspresi sebagai salah satu hak yang mutlak ada dalam sistem demokrasi menjadikan iklan banyak melanggar norma-norma tersebut.

Eksploitasi Seksual Dalam Iklan


Satu pelanggaran yang akan kita bahas kali ini adalah masalah eksploitasi seksual dalam iklan. Berapa banyak sih iklan yang tak melibatkan perempuan sebagai obyek di dalamnya? Dari sekian banyak iklan yang menjadikan perempuan sebagai obyek, berapa banyak yang tidak mempertontonkan kemolekan tubuh perempuan?

Dari mulai iklan produk perawatan tubuh hingga pompa air dan produk otomotif, bertebaran tubuh perempuan. Bukankah itu adalah bentuk eksploitasi seksual? ‘Menjual’ tubuh perempuan demi melariskan dagangan. Itu adalah pelecehan terhadap harga diri dan kehormatan perempuan.

Perempuan cantik itu adalah yang tinggi langsing, berkulit putih mulus, berambut lurus tergerai. Tidakkah kita sadar, iklan itu menggiring kita untuk membelanjakan uang sebanyak mungkin membeli produk perawatan tubuh mereka, yang belum tentu itu sesuai dengan jenis kulit kita. Seremeh itukah nilai perempuan di mata dunia? Sementara siapapun tahu bahwa bentuk fisik adalah anugerah dari Sang Maha Pencipta yang tak mampu kita pilih sesuka kita.

Ada lagi produk pewangi pakaian. Di sana digambarkan, setelah menggunakan produk tersebut, sang perempuan berjalan menebar keharuman melewati sekumpulan lelaki. Dan dia terlihat sangat bangga dan sumringah ketika ada seorang lelaki mendekati dan membaui dekat dengan lehernya. Apakah sosok perempuan terhormat akan mengobral wangi pakaian dan tubuhnya di jalanan?

Kita akan semakin miris menyaksikan tubuh perempuan menjadi pemanis dan pelaris dalam pameran otomotif, ataupun sekedar menjual rokok dan minuman suplemen di jalanan. Dengan pakaian minim dan senyum menggoda para SPG berusaha menarik calon konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Meski untuk itu mereka rela mendapatkan godaan dan colekan melecehkan dari lelaki jahil.

Berapa Harga Perempuan?


Tanyakanlah hal itu pada para produsen. Berapa harga perempuan pemanis dalam iklan yang mereka produksi? Lalu takarlah dengan hati nurani, pantaskah itu didapatkan oleh perempuan yang hakikatnya menempati tempat mulia sebagai tiang negara?

Lalu tanyakanlah hal itu pada negara yang tak punya nyali untuk menjaga kehormatan perempuan-perempuannya. Berapa harga perempuan sehingga mereka tak sanggup melindungi kaum itu dari eksploitasi yang tak kunjung henti?

Tidakkah kaum perempuan menyadari betapa berharganya mereka. Sang Pencipta melindungi kecantikan tubuhnya dengan hijab. Agar tak sembarang orang menikmati meski hanya lewat tatapan matanya. Allah pun menjaganya dengan seperangkat aturan agar tubuh perempuan tak tersentuh sembarang tangan. Hanya lelaki yang berani bersumpah di hadapan Allah untuk menjaganya sepanjang hayat, dialah yang berhak atas tubuhnya.

Sosok perempuan juga begitu berarti bagi kehidupan ini. Dia sangat berharga bagi tegaknya sebuah peradaban negara. Allah Azza Wa Jalla menempatkan perempuan dalam kedudukan yang sangat mulia. Sebagai ibu ada surga di bawah kakinya. Dialah arsitek yag akan melahirkan generasi-generasi pemimpin dunia. Dan harga itu tak akan terbayar oleh jutaan dolar milik para pengusaha, karena Allah akan menganugerahi dengan kenikmatan surga.

Bebaskan Dari Belenggu!


Bisakah kaum perempuan bebas dari belenggu eksploitasi dunia periklanan serta  segala bentuk eksploitasi lainnya? Tentu bisa. Jika paradigma masyarakat kita ubah bersama-sama. Bahwa pada hakikatnya kebebasan berekspresi sebagai buah dari liberalisme (paham kebebasan) akan menjerumuskan kita ke dalam jurang kenistaan.

Kreativitas beriklan sebenarnya bisa diasah tanpa harus melanggar norma-norma yang ada. Jika kita ingat di tahun 90-an ada sebuah iklan yang menonjolkan keindahan alam Indonesia tanpa embel-embel perempuan. Dan karya itu terpilih sebagai iklan terbaik selama beberapa periode.

Semakin taat para pekerja seni pada nilai agama, semakin kreatif pula ide-ide yang tertuang. Mereka bisa mengeksplor keindahan alam, atau menggunakan tema-tema abstrak, bahkan mengangkat isu-isu sosial kemasyarakatan.

Kita juga harus berjuang hancurkan kapitalisme. Sistem yang menjadikan uang dan kekayaan materi sebagai tuhan, sehingga kemolekan perempuan pun diperjualbelikan dengan dalih seni dan profesi. Sistem yang bersendikan sekularisme ini pula yang membuat kita jauh dari aturan Sang Pencipta dalam kehidupan, karena menganggap  Sang Pencipta tak layak mengatur aktivitas hidup bermasyarakat.

Dan satu-satunya yang akan mengembalikan perempuan dalam kedudukan mulianya adalah dengan penerapan aturan Ilahi dalam kehidupan. Khilafah adalah satu-satunya institusi yang menerapkan aturan Islam kaffah karena dasar keimanan pada Allah. Institusi ini menjadi  junnah atau perisai bagi warganya, pelindung atas kehormatan, darah, nyawa serta harta mereka. Termasuk juga menjaga martabat perempuan sebagai mahluk terhormat.

Khilafah tak sedikitpun membiarkan perempuan menjadi objek eksploitasi meski dengan alasan apapun termasuk ekonomi. Dengan mekanisme teknis dan kebijakan yang terintegrasi, Khilafah menjamin kebutuhan rakyatnya terpenuhi dengan cara yang dihalalkan syari’at.

So, apalagi yang dicari perempuan jika dalam naungan Khilafah kehormatannya akan terjaga dan hidupnya akan sejahtera?





Selasa, 11 April 2017

Kotak Yang Dinantikan

Kok tiba-tiba jadi ingat masa kecil, ya? Saat Mama pulang arisan atau pengajian, saya dan kakak-kakak dengan girang menyambutnya. Menyambut Mama? Aha.... sebenarnya kami sibuk menyambut buah tangannya, ya.... sebuah kotak snack. 


Tak jarang kami berebut meraih kotak itu, berebut membuka dan mengincar jajan kegemaran. Yang terlambat, terpaksa rela mendapatkan jajan yang tertinggal di kotak. Kalau tak suka? Ahaha... menangis lah senjata andalannya.

Tapi Mama selalu punya cara ampuh agar semua anaknya bahagia. Beliau ambil pisau dan memotong semua jajan menjadi dua, atau...jika kami berempat mengincar jajan yang sama, dipotonglah jajan itu menjadi empat. Kecil memang, tapi ada rasa puas di sana.

Ahh... rupanya kebiasaan menanti kotak snack menjadi turun-temurun. Saya rasa setiap anak di dunia pasti memiliki kebiasaan itu, Anda juga kah? Jangan-jangan.... saat inipun kita masih suka begitu, antusias menyambut kepulangan suami dari pengajian warga dan berharap kotak snacknya :D

Keempat puteriku selalu antusias menyambut kepulangan Mbah Uti dari pertemuan apapun, dan mata mereka sibuk mengamati tangan Mbah Uti yang membuka tas tangan hingga keluarlah kotak yang dinanti.

Mata mereka berbinar, ada sensasi penasaran dan kebahagiaan di sana. Meski toh akhirnya mereka tak mendapat jajanan yang disukai, namun tak pernah jera menanti kotak itu. 

Benar juga, bahagia itu sederhana, ya! 

Kamis, 19 Januari 2017

Di Balik "Pengantin Belia"

Taraa... buku antologi keempatku hadir sudah. Kali ini bertitel "Pengantin Belia". Ups, provokatif kah? Ah... enggak lah. Judulnya cukup netral : pengantin belia, bukan : menikah muda lah! Kalo bagi sebagian orang dinilai provokatif itu karena mereka belum beli bukunya...suerrr. So, untuk membuktikan cukup beli dan nikmati buku ini dengan sepotong kue coklat.... nah, manis kan? (e'eh... ngiklan deh)



Ahay, cukuplah seputar judulnya. Buku ini cukup istimewa dibanding ketiga yang lain, karena mengalami proses yang sangat panjang dan melelahkan.

Tahun 2013, berawal dari bisik-bisik dengan tetangga... tetangga di fesbuk maksudnya. Kami cukup prihatin melihat pernikahan di usia muda disudutkan, dianggap biang kerok perceraian, dianggap negatif deh... Meski beberapa penulis saat itu belum menikah, namun kami satu ide : pernikahan di usia muda itu bukanlah masalah.

Kami berlima sepakat mengemasnya dalam bentuk kumpulan cerpen agar mudah dicerna oleh anak muda dan tidak terkesan menggurui.

Awal tahun 2014 draft kumcer pun sudah jadi. Kata pengantar sudah didapatkan. Namun jarak yang berjauhan, lintas propinsi lintas pulau, ternyata tak bisa dipungkiri menjadi tantangan saat hendak maju ke penerbit. Beberapa kali ditolak penerbit serta kesibukan masing-masing membuat kami rehat, yang awalnya cuma sejenak jadi berjenak-jenak, hehehe...

Aku dan Yuni adalah ibu rumah tangga dengan krucil lebih dari satu yang sedang aktif-aktifnya, ditambah lagi sebagai aktivis dakwah. Sementara Khonza sedang mempersiapkan pernikahannya, Ukhtyan sang aktivis kampus dan Khalifa sang guru juga tak kalah sibuk.

Pertengahan 2014...
Aku mengandung anak ke-4, kondisinya cukup payah. Tak sempat lagi memikirkan nasib draft kami yang gagal masuk ke penerbit mayor. Ketika debay lahir, kondisinya semakin rempong.

Awal 2016 kami mulai melirik-lirik lagi draft itu. Barulaah di pertengahan 2016 ada secercah titik terang. Kami memutuskan menerbitkan secara indie dengan berbagai pertimbangan, meski untuk itu harus merogoh kocek masing-masing.

Setelah masuk percetakan pun masih ada saja masalah. Pengeditan yang kurang maksimal membuat kami harus merevisi beberapa bagian. Barangkali kami sudah lelah sehingga kurang bersungguh-sungguh saat mengedit, hahaha...
Alhamdulillah... belum naik cetak, sehingga tidak harus mengeluarkan biaya dua kali lipat.

Dan... orok itupun lahir di awal tahun 2017 setelah dikandung selama 4 tahun! Kedua jomblowati -tyan dan khalifa- pun sudah berganti status. Selamat ya bu-ibuuu...

Legaaa.... 

Selasa, 01 November 2016

Senam Islam Nusantara dan Upaya Membumikan Islam di Nusantara

Senam islam nusantara (foto : bisnis.com)

Tanggal 25 Oktober yang lalu, dilakukan peluncuran SIN (Senam Islam Nusantara) oleh Menpora di Lapangan Panglima Besar Jendral Sudirman, Ambarawa, Kabupaten Semarang yang ditargetkan dihadiri oleh 20.000 peserta. Gerakan dan musik senam ini dirancang agar syar’i dan sesuai dengan gagasan global Islam Nusantara. "SIN ini diharapkan akan memperkaya khazanah budaya keislaman yang berbineka tunggal ika yang dapat dijadikan sebagai ikon nasional untuk peradaban Indonesia dan dunia," ujar Ketua Panitia Launching SIN Mohammad Amin Rifai (regional.kompas.com/read/2016/09/25/13044301/menpora.akan.luncurkan.senam.islam.nusantara.di.ambarawa). Jika sebelumnya terjadi keramaian bacaan Qur’an dengan langgam Jawa, atau adzan dengan langgam Jawa, kini gagasan Islam Nusantara diluncurkan dengan bentuk senamnya, demi membumikan Islam di Nusantara.

Atas spirit membumikan Islam di Nusantara pada sebagian umat ini patut diapresiasi. Bahwa masih banyak kalangan umat yang sangat peduli Islam diterapkan dalam kehidupan saat ini. Islam mengakar sebagaimana mengakar dan membuminya Islam di Nusantara pada masa Wali Songo abad lampau. Hanya saja, sebuah niat baik saja tidak cukup menjadi pengikat proses pembumian Islam di Nusantara ini. Perlu dikaji secara mendalam apakah sudah tepat pandangan yang melandasi gagasan Islam Nusantara berikut gerakan penyadarannya ini.

Masih segar di ingatan, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan bahwa Islam Nusantara adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat-istiadat di Tanah Air. Menurut Said, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau Timur Tengah. Islam Nusantara, tegasnya, adalah Islam yang khas ala Indonesia (Republika.co.id, 10/03). SIN sendiri sejatinya merupakan salah satu upaya penyadaran masyarakat terhadap pemahaman Islam Nusantara ini sebagaimana cara-cara sebelumnya yang telah dilakukan. Apakah memang Islam menyandang ‘gelar’ (Nusantara, Timur Tengah, Asia dan seterusnya) di belakangnya?

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia masa Rasulullah SAW hingga akhir zaman, tidak dikhususkan bagi bangsa tertentu atau tempat tertentu. Islam bukanlah budaya lokal arab, sehingga tidak bisa disejajarkan dengan budaya dan adat istiadat suatu wilayah. Saat suatu budaya dan adat suatu wilayah bertentangan dengan Islam, maka akan dihapus dan berganti dengan (syariah) Islam. Adapun budaya lokal yang tidak bertentangan dengan Islam (misal, memakai peci saat sholat) maka boleh jadi Islam mengakomodirnya, karena kebolehannya (mubah). Maka Islam hanyalah Islam, tidak ada lebelisasi.

Hal berikutnya, semangat membumikan Islam (tanpa embel-embel Nusantara) membutuhkan tekad yang bulat untuk: pertama, menghilangkan pandangan bahwa Islam bisa di produksi mengikuti jaman/ budaya dan kearifan lokal. Islam butuh dipahami secara menyeluruh minus hawa nafsu. Kedua, memiliki komitmen dan kesungguhan menerapkan Islam secara total dalam seluruh segi kehidupan. Baik hubungan dengan Allah (sholat, puasa, zakat, dll), hubungan dengan diri sendiri (akhlaq, makanan, pakaian) dan hubungan dengan sesama manusia (pendidikan, pergaulan, budaya, politik, bahkan pemerintahan). Islam itu sempurna dan mampu mengikuti jaman. Islam selalu up to date, bukan dien yang kuno. Penerapan total ini membutuhkan perubahan sistem. Ketiga, memahami bagaimana langkah Rasulullah SAW menuju penerapan Islam secara total. Merubah keadaan rusak masyarakat saat itu menuju keadaan yang memuliakan manusia. Rasulullah mendakwahkan Islam murni dari wahyu Allah SWT, menempuh jalan menyeru. Menyeru (dakwah) pemikiran Islam hingga masyarakat menerima dan berubah. Tanpa Islam Nusantara, Islam moderat dan embel-embel lainnya semestinya perubahan menuju totalitas penerapan Islam lebih cepat terjadinya. Insya Allah.

(Copas dari Ratih Respatiyani)

Jumat, 28 Oktober 2016

Aku Dan Dunia Fiksi

 Selama ini Aku sering dikenal sebagai penulis opini, itu wajar... karena memang Aku ingin menyebarkan opini Islam via tulisan. Agar Islam menjadi satu-satunya panduan pemikiran, perasaan dan peraturan masyarakat. Namun sejarah kepenulisanku tak bisa lepas dari tulisan fiksi.

Tulisan pertamaku adalah cerpen yang kubuat di mesin ketik tua milik Alm. bapakku. Dan itu kutulis pada saat kelas 3 SD. Sayangnya Aku lupa, apa isi cerpennya :D

Saat menjabat sebagai redaksi buletin Remaja Musholla di SMA 1 Pasuruan pun, Aku memilih membidangi Kolom Cerpen... which is fiction story.

Kuakui daya imajinasiku cukup tinggi, melambung jauh ke awan.... hahaha, mulai lebay deh. Hingga kemudian Aku mengenal jenis tulisan lain, yaaa....tulisan opini.

Susah nggak sih, menjadi penulis cerita fiksi sekaligus penulis opini? wahhh... kalo nanya ke yang masih 'pemula' seperti Aku ya pasti jawabannya susah. Bahkan sempat kesulitan menulis opini karena saat itu imajinasiku sedang melayang tinggi.

Namun meminjam pesan guru menulisku, writing is about practising. Menulis itu kuncinya di praktik yang terus-menerus. Menulis opini dan fiksi, hingga suatu saat bisa mengendalikan, kapan waktunya ngayal kapan waktunya back to the real world :D

Kuncinya, sebagai muslim kita kudhu jaga batasan menulis cerita fiksi. Nggak boleh membangkitkan syahwat, kudhu bermanfaat bukan malah mengumbar kesia-siaan, ada ibroh yang bisa diambil, mengandung unsur dakwah. Wallahu a'lam

#Menuju_launching_pengantin_belia



Ngeblog, Buat Apaaaa?

Kapan tepatnya Saya mulai ngeblog? Waduh.... lupa. Yang jelas, Saya mulai kenal dunia blog setelah join di fesbuk. Hampir seumuran sama putri ketiga saya, 6 tahun lah...

Saya kenal blog dari grup Ibu-ibu Doyan Nulis. Saat itu para member dibimbing untuk memiliki blog, kami saling membantu, berjibaku menciptakan 'rumah' bagi tulisan kami sendiri. Dan.... taraaa, jadilah blog sederhana ini.

Sekian lama memiliki blog, namun belum juga bisa mengoptimalkan keberadaannya. Kadang muncul tanya, ngapain ngeblog?

Ternyata.... dengan ngeblog kita bisa meraup penghasilan. Bukan hanya Rupiah, namun juga dolarrrr ! Apalagi jika bisa meng-endorse suatu produk.

Bagi para pengemban dakwah, khususnya para pejuang pena, blog juga dapat dijadikan wadah dakwah. Dan ada, lho..... trik agar thread kita bisa muncul di mbah google.

Melalui ngeblog, wawasan dan pertemanan kita makin luas, bahkan mendunia! Dan aktivitas mengotak-atik blog ternyata seru juga (sebenarnya) :D

Namun saat ini, bagi Saya, yang terpenting adalah bagaimana bisa blog ini menjadi amal jariyyah. Nyadar diri, amal baiknya masih seuprit T_T

So, apa the most purpose-mu dengan nge-blog?